Rabu, Juni 30, 2010

Kisah nyata di dunia glamor Jakarta

Dua hari yang lalu gw ketemu dengan salah seorang AFI (Akademi Fantasi
Indosiar). Selain lepas kangen (he..he) gw juga dapat cerita seru dari
kehidupan mereka. Di balik image mereka yang gemerlap saat manggung
atau ketika nongol di teve, kehidupan artis AFI sangat memprihatinkan.
Banyak di antara mereka yang hidup terlilit utang ratusan juta rupiah.
Pasalnya, orang tua mereka ngutang ke sana-sini buat menggenjot sms
putera-puteri mereka. Bisa dipastikan tidak ada satu pun kemenangan AFI
itu yang berasal dari pilihan publik. Kemenangan mereka ditentukan
seberapa besar orang tua mereka anggup menghabiskan uang untuk sms.
Orang tua Alfin dan Bojes abis 1 M. Namun mereka orang kaya, biarin aja.

Yang kasian mah, yang kaga punya duit. Fibri (AFI 005) yang
tereliminasi di minggu-minggu awal kini punya utang 250 juta. Dia
sekarang hidup di sebuah kos sederhana di depan Indosiar. Kosnya emang
sedikit mahal RP 500..000. Namun itu dipilih karena pertimbangan hemat
ongkos transportasi. Kos itu sederhana (masih bagusan kos gw gitu loh),
bahkan kamar mandi pun di luar. Makannya sekali sehari. Makan dua kali
sehari sudah mewah buat Fibri. Kaga ada dugem dan kehidupan glamor, lha
makan aja susah.

Ada banyak yang seperti Fibri. Sebut saja intan, Nana, Yuke, Eki, dll.

Mereka teikat kontrak ekslusif dengan manajemen Indosiar. Jadi, kaga
bisa cari job di luar Indosiar. Bayaran di Indonesiar sangat kecil. Lagian
pembagian job manggung sangat tidak adil. Beberapa artis AFI seperti
Jovita dan Pasya kebanjiran job, sementara yang lain kaga dapat/jarang dapat
job. Maklum artisnya sudah kebanyakan. Makanya buat makan aja mereka
susah. Temen gw malah sering dijadiin tempat buat minjem duit. Minjemnya
bahkan cuma Rp 100.000. Buat makan gitu loh. Mereka ga berani minjem banyak karena takut ga bisa bayar.

Ini benar-benar proyek yang tidak manusiawi. Para orang tua dan anak
Indonesia dijanjikan ketenaran dan kekayaan lewat sebuah ajang adu
bakat di televisi. Mereka dikontrak ekslusif selama dua tahun oleh
Indosiar. Namun tidak ada jaminan hidup sama sekali. Mereka hanya
dibayar kalo ada manggung. Itu pun kecil sekali, dan tidak menentu.
Buruh pabrik yang gajinya Rp 900.000 jauh lebih sejahtera daripada
mereka.

Nah acara ini dan acara sejenis masih banyak, Pildacil juga begitu.
Kasian orang tua dan anak yang rela antre berjam-jam untuk sebuah penipuan
seperti ini. Seorang anak pernah menangis tersedu-sedu saat tidak lolos dalam audisi AFI. Padahal dia beruntung. Kalau dia sampai masuk, bisa dibayangkan betapa dia akan membuat orang tuanya punya utang yang melilit pinggang, yang tidak akan terbayar sampai kontraknya habis.


JUDI SMS MENGGILAAAA ......

Tiap stasiun televisi di Indonesia mempunyai acara kontes-kontesan.
Tengok saja misalnya AFI, Indonesian Idol, Penghuni Terakhir, KDI,
Putri Cantrik, dsb. Sejatinya, tujuan dari acara ini bukan mencari
bibit penyanyi terbaik. Acara ini hanya sebagai kedok. Bisnis
sebenarnya adalah SMS premium...

Bisnis ini sangat menggiurkan, lagi pula aman dari jeratan hukum --
setidaknya sampai saat ini. Mari kita hitung. Satu kali kirim SMS
iayanya --anggaplah- - Rp 2000. Uang dua ribu rupiah ini sekitar 60%
untuk penyelenggara SMS Center (Satelindo, Telkomsel, dsb). Sisanya
yang 40% untuk "bandar" (penyelenggara) SMS. Siapa saja bisa jadi
bandar, asal punya modal untuk sewa server yang terhubung ke Internet
nonstop 24 jam per hari dan membuat program aplikasinya. Jika dari satu
SMS ini "bandar" mendapat 40% (artinya sekitar Rp 800), maka jika yang
mengirimkan sebanyak 5% saja dari total penduduk Indonesia (Coba anda
hitung, dari 100 orang kawan anda, berapa yang punya handphone? Saya
yakin lebih dari 40%), maka bandar ini bisa meraup uang sebanyak Rp
80.000.000.000 (baca: Delapan puluh milyar rupiah). Jika hadiah yang
diiming-imingkan adalah ? rumah senilai 1 milyar, itu
artinya bandar hanya perlu menyisihkan 1,25% dari keuntungan yang
diraupnya sebagai "biaya promosi"! Dan ingat, satu orang biasanya tidak
mengirimkan SMS hanya sekali. Masyarakat diminta mengirimkan SMS
sebanyak-banyaknya agar jagoannya tidak tersisih, dan "siapa tahu"
mendapat hadiah. Kata "siapa tahu" adalah untung-untungan, yang
mempertaruhkan pulsa handphone. Pulsa ini dibeli pakai uang.
Artinya : Kuis SMS adalah 100% judi.

Begitu menggiurkannya bisnis ini, sampai-sampai Nutrisari membuat
iklan yang saya pikir menyesatkan. Pemirsa televisi diminta menebak,
"buka" atau "sahur", lalu jawabannya dikirim via SMS. Ada embel-embel
gratis.
Ada kata, "dapatkan handphone... " Saya bilang ini menyesatkan, karena
pemirsa televisi bisa menyangka : "Dengan mengirimkan SMS ke nomor
sekian yang gratis (toll free), saya bisa mendapat handphone gratis".

Kondisi ini sudah sangat menyedihkan. Bahkan sangat gawat. Lebih parah
daripada zaman Porkas atau SDSB. Jika dulu, orang untuk bisa berjudi
harus mendatangi agen, jika dulu zaman jahiliyah orang berjudi dengan
anak panah, sekarang orang bisa berjudi, hanya dengan beberapa ketukan
jari di pesawat handphone!


Tolong bantu sebarkan kampanye anti judi SMS ini.
Tanpa bantuan anda, kampanye ini akan meredup dan sia-sia belaka.

(diadop dari milis tetangga)
http://groups.google.co.id/group/mmugm_depdiknas?hl=id

1 komentar:

Unknown mengatakan...

zaman sekarang yang diangap zaman maju malah sebaliknya yang maju hanya kebohongan dan rasa curiga dan takut miskin semakin qita rasakan di negri indonesia tercinta yang mana keadilan tidak memihak bagi yang lemah dan miskin malah seballiknya, sedang alam pun sudah tidak bersahabat dengan manusia dikarnakan manusia itu sendiri, semoga setelah membaca di http://sabdapandita.blogspot.com/2010/06/kisah-nyata-di-dunia-glamor-jakarta.html, semakin sadar. terimakasih.