Senin, Juni 08, 2009

Kuku, gigi, dan hati perempuan

Cinta laki-laki seumpama gunung. Ia besar tapi konstan dan, sayangnya, rentan. Sewaktu-waktu ia bisa saja meletus memuntahkan lahar, menghanguskan apa saja yang ditemuinya. Cinta perempuan seumpama kuku. Ia hanya seujung jari, tapi tumbuh perlahan-lahan, diam-diam dan terus menerus bertambah. Jika dipotong, ia tumbuh dan tumbuh lagi.

Perumpamaan di atas diilhami dari sebuah dialog dalam adegan film Bulan Tertusuk Ilalang karya Garin Nugroho. Betapa menakjubkan. Dan kalimat itu mengingatkan saya pada seorang teman dan mamanya ketika masa-masa SMP-SMU dulu. Kala itu, nyaris setiap hari saya main ke rumahnya yang jauh di selatan kota. Saya tahu dia anak orang kaya. Papanya, pimpinan sebuah instansi pemerintah terkemuka di kota saya, dan mamanya adalah ibu rumah tangga biasa. Saya tak heran mendapati barang-barang bagus dan bermerk di rumahnya yang masih dalam tahap renovasi. Sofa yang empuk, televisi yang besar. Saya hanya bisa berdecak kagum sekaligus iri.

Tapi, lama-lama saya menyadari bahwa isi rumah itu makin kosong dari hari ke hari. Perabotan yang satu per satu lenyap dan televisi yang "mengkerut" dari 29 inchi ke 14 inchi. Perubahan paling mencolok adalah wajah mama sahabat saya. Suatu saat ketika ia berbicara, tak sengaja saya dapati bahwa mama sahabat saya itu kini ompong! Kira-kira 2-3 gigi depannya hilang entah kemana. Saya tak berani, lebih tepatnya tak tega, untuk bertanya. Saya juga tak mau tergesa-gesa mengambil kesimpulan sendiri. Yang jelas, sebuah suara, jauh di lubuk hati saya bergema: "Sesuatu yang buruk telah terjadi di rumah itu!" Benarlah, tanpa diminta akhirnya sahabat saya datang berkunjung ke rumah. Setengah berbisik, manahan tangis, ia bercerita bahwa papanya selingkuh dengan perempuan lain dan karenanya, nyaris tak pernah pulang ke rumah. Dan ini bukan main-main, perempuan itu hamil dan menuntut pertanggungjawaban papanya. Dengan emosi ia bercerita bahwa papanya mengajaknya ke rumah perempuan itu dan meminta sahabat saya untuk memanggilnya dengan sebutan "Mama". Sebuah permintaan menyakitkan yang langsung ditolak mentah-mentah oleh sahabat saya. "Mamaku cuma satu!" tangkisnya tegar saat itu. Dan misteri tentang gigi mamanya yang tiba-tiba ompong, barang-barang mewah dan perabot yang satu per satu menghilang dari rumahnya pun terkuak sudah. Semuanya adalah akibat ulah papanya jua. Dan setengah frustasi ia mengadu pada saya bahwa ia harus menanggung semua beban berat itu sendirian karena kakak satu-satunya yang kuliah di luar kota tak peduli dan tak mau memikirkan masalah itu.

Mamanya pun "yang lemah lembut" tak bisa berbuat banyak dengan kelakuan suaminya. Ia cuma bisa pasrah, gigi yang ompong itu buktinya. Dan saya? Hanya doa dan motivasi yang bisa saya berikan agar sahabat saya itu tabah dan tak putus berdoa. Toh sekarang, setelah lama peristiwa itu berlalu, doa sahabat saya pun dijawab oleh Tuhan. Ketika itu menjelang kelulusan SMU, ia bercerita pada saya bahwa papanya sudah "sembuh", bertobat, dan kembali ke pangkuan istri dan anak-anaknya. Nasib the other women itu entah bagaimana.

Sampai di sini persoalan beres. Dan saya takjub mendengarnya, senang sekaligus heran. Bagaimana mungkin masalah pelik ini bisa selesai semudah itu? Nurani keadilan saya berontak. Saya tak habis pikir, betapa mudahnya mama sahabat saya itu memaafkan dan menerima kembali suaminya setelah semua yang dia lakukan. Lelaki itu tak cuma berkhianat, tapi juga menyakiti fisiknya, merontokkan gigi-gigi depannya, tak menafkahi anak-anaknya dan nyaris mengosongkan isi rumahnya. Dan ia memaafkannya begitu saja?! Sebuah kenyataan yang ternyata banyak juga saya temui di masyarakat kita. Perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga yang bisa diselesaikan dengan mudah, hanya dengan kata maaf. Mungkin inilah yang disebut orang sebagai "CINTA".
Papa sahabat saya adalah laki-laki dengan cinta sebesar gunung, dan ketika ia meletus, laharnya meluap ke mana-mana, menghanguskan apa saja, melukai fisik dan terutama hati dan jiwa istri dan anak-anaknya.
Mama sahabat saya adalah perempuan dengan cinta sebesar kuku. Memang cuma seujung jari, tapi cinta itu terus tumbuh, tak peduli jika kuku itu dipotong, bahkan jika jari itu cantengan dan sang kuku terpaksa harus dicabut, meski sakitnya tak terkira, kuku itu akan tetap tumbuh dan tumbuh lagi.
Sebuah cinta yang mengagumkan dari seorang perempuan yang saya yakin tak cuma dimiliki oleh mama sahabat saya itu. Cinta yang terwujud dalam sebuah tindakan agung: "Memaafkan". Sebuah tindakan yang butuh kekuatan besar, butuh energi banyak, yang anehnya banyak dimiliki oleh makhluk (yang katanya) lemah, bernama perempuan.

Minggu, Juni 07, 2009

Menjadi Ibu Rumah Tangga, Berani?

Seorang sahabat mengungkapkan rencananya untuk mengundurkan diri dari
perusahaan tempat kerjanya. Ia merasa tidak takut meninggalkan karirnya
yang sudah belasan tahun dirintisnya dari bawah. "sayang juga
sebenarnya, dan ini merupakan pilihan yang berat, terlebih ketika saya
merasa sudah berada di puncak karir, " ujarnya.

Lalu ke mana setelah resign? "yang ada di pikiran saya saat ini hanya
satu, menjadi ibu rumah tangga. Sudah terlalu lama saya meninggalkan
anak-anak di rumah tanpa bimbingan maksimal dari ibunya. Saya sering
terlalu lelah untuk memberi pelayanan terbaik untuk suami. Bahkan
sebagai bagian dari masyarakat, saya sangat sibuk sehingga hanya sedikit
waktu untuk bersosialisasi dengan tetangga dan warga sekitar"

Tapi, ibu nampaknya masih ragu? "bukan ragu. Saya hanya perlu menata
mental sebelum benar-benar mengambil langkah ini".

"Rasanya masih malu jika suatu saat bertemu dengan teman-teman sejawat
atau rekan bisnis. Saya belum menemukan jawaban yang pas saat mereka
bertanya, "sekarang Anda cuma jadi ibu rumah tangga?"

Saya tersenyum mendengarnya, mencoba memahami kesesakan benaknya saat
itu. Teringat saya dengan seorang sahabat lama yang saat di sebuah forum
wanita karir di Jerman lantang menjawab, "profesi saya ibu rumah tangga,
jika di antara para hadirin ada yang mengatakan bahwa ibu rumah tangga
bukan profesi, saya bisa menjelaskan secara panjang lebar betapa
mulianya profesi saya ini dan tidak cukup waktu satu hari untuk
menjelaskannya" .

Luar biasa. Sekali lagi luar biasa. Saya harus hadiahkan acungan jempol
melebihi dari yang saya miliki untuk sahabat yang satu ini. Saya
tuturkan kisah ini kepada sahabat yang sedang menata hati meyakinkan
diri untuk benar-benar menjadi ibu rumah tangga, bahwa ia takkan pernah
menyesali pilihannya itu. Kelak ia akan menyadari bahwa langkahnya itu
adalah keputusan terbaik yang pernah ia tetapkan seumur hidupnya.

Naluri setiap wanita adalah menjadi ibu. Adakah wanita yang benar-benar
tak pernah ingin menjadi ibu? Percayalah, pada fitrahnya wanita akan
lebih senang memilih berada di rumah mendampingi perkembangan
putra-putrinya dari waktu ke waktu. Menjadi yang pertama melihat si
kecil berdiri dan menjejakkan langkah pertamanya. Ia tak ingin anaknya
lebih dulu bisa berucap "mbak" atau "bibi" ketimbang ucapan "mama". Tak
satupun ibu yang tak terenyuh ketika putra yang dilahirkan dari rahimnya
lebih memilih pelukan baby sitter saat menangis mencari kehangatan.

Ibulah yang paling mengerti memberikan yang terbaik untuk anaknya,
karena ia yang tak henti mendekapnya selama dalam masa kandungan.
Sebagian darahnya mengalir di tubuh anaknya. Ia pula yang merasakan
perih yang tak tertahankan ketika melahirkan anaknya, saat itulah
kembang cinta tengah merekah dan binar mata ibu menyiratkan kata, "ini
ibu nak, malaikat yang kan selalu menyertaimu" . Cintapun terus mengalir
bersama air kehidupan dari dada sang ibu, serta belai lembut dan kecupan
kasih sayang yang sedetik pun takkan pernah terlewatkan.

Ibu akan menjadi apapun yang dikehendaki. Pemberi asupan gizi, pencuci
pakaian, tukang masak terhebat, perawat di kala sakit, penjaga malam
yang siap siaga, atau pendongeng yang lucu. Kadang berperan sebagai
guru, kadang kala jadi pembantu. Jadi apapun ibu, semuanya dilakukan
tanpa bayaran sepeserpun alias gratis.

Sumber: Menjadi Ibu Rumah Tangga, Berani? oleh Bayu Gawtama

Sabtu, Juni 06, 2009

Kisah Cinta dari China

Satu kisah cinta baru-baru ini keluar dari China dan langsung menyentuh
seisi dunia. Kisah ini adalah kisah seorang laki-laki dan seorang wanita
yang lebih tua, yang melarikan diri untuk hidup bersama dan saling mengasihi
dalam kedamaian selama setengah abad.

Laki-laki China berusia 70 tahun yang telah memahat 6000 anak tangga dengan
tangannya (hand carved) untuk isterinya yang berusia 80 tahun itu meninggal
dunia di dalam goa yang selama 50 tahun terakhir menjadi tempat
tinggalnya.50 tahun yang lalu, Liu Guojiang, pemuda 19 tahun, jatuh cinta
pada seorang janda 29 tahun bernama Xu Chaoqin ......

Seperti pada kisah Romeo dan Juliet karangan Shakespeare, teman-teman dan
kerabat mereka mencela hubungan mereka karena perbedaan usia di antara
mereka dan kenyataan bahwa Xu sudah punya beberapa anak....

Pada waktu itu tidak bisa diterima dan dianggap tidak bermoral bila seorang
pemuda mencintai wanita yang lebih tua.....Untuk menghindari gossip murahaan
dan celaan dari lingkungannya, pasangan ini memutuskan untuk melarikan diri
dan tinggal di sebuah goa di Desa Jiangjin, di sebelah selatan Chong Qing.

Pada mulanya kehidupan mereka sangat menyedihkan karena tidak punya apa-apa,
tidak ada listrik atau pun makanan. Mereka harus makan rumput-rumputan dan
akar-akaran yang mereka temukan di gunung itu. Dan Liu membuat sebuah lampu
minyak tanah untuk menerangi hidup mereka. Xu selalu merasa bahwa ia telah
mengikat Liu dan is berulang-kali bertanya,'Apakah kau menyesal?' Liu selalu
menjawab, 'Selama kita rajin, kehidupan ini akan menjadi lebih baik'.
Setelah 2 tahun mereka tinggal di gunung itu, Liu mulai memahat anak-anak
tangga agar isterimya dapat turun gunung dengan mudah. Dan ini berlangsung
terus selama 50 tahun.

Setengah abad kemudian, di tahun 2001, sekelompok pengembara (adventurers)
melakukan explorasi ke hutan itu. Mereka terheran-heran menemukan pasangan
usia lanjut itu dan juga 6000 anak tangga yang telah dibuat Liu. Liu Ming
Sheng, satu dari 7 orang anak mereka mengatakan, 'Orang tuaku sangat saling
mengasihi, mereka hidup menyendiri selama lebih dari 50 tahun dan tak pernah
berpisah sehari pun. Selama itu ayah telah memahat 6000 anak tangga itu
untuk menyukakan hati ibuku, walau pun ia tidak terlalu sering turun gunung.

Pasangan ini hidup dalam damai selama lebih dari 50 tahun. Suatu hari Liu
yang sudah berusia 72 tahun pingsan ketika pulang dari ladangnya. Xu duduk
dan berdoa bersama suaminya sampai Liu akhirnya meninggal dalam pelukannya.
Karena sangat mencintai isterinya, genggaman Liu sangat sukar dilepaskan
dari tangan Xu, isterinya.

'Kau telah berjanji akan memeliharakanku dan akan terus bersamaku sampai
akan meninggal, sekarang kau telah mendahuluikun, bagaimana akan dapat hidup
tanpamu?' Selama beberapa hari Xu terus-menerus mengulangi kalimat ini
sambil meraba peti jenasah suaminya dan dengan air mata yang membasahi
pipinya.

Pada tahun 2006 kisah ini menjadi salah satu dari 10 kisah cinta yang
terkenal di China, yang dikumpulkan oleh majalah Chinese Women Weekly.Pemerintah telah memutuskan untuk melestarikan 'anak tangga cinta' itu, dan
tempat kediaman mereka telah dijadikan musium agar kisah cinta ini dapat
hidup terus.

Setelah kamu mengirim pesan ini, tekan F6 dan lihat apa yang muncul... Sukar
dipercaya tapi ini nyata. Kirimkan pada sedikitnya 15 orang, dan tekan F6;
nama orang yang kamu cintai akan muncul...

Rasa Malas dan Cara Mengatasinya

Malas adalah penyakit mental. Siapa dihinggapi rasa malas, sukses
pasti jauh dari gapaian.

Rasa malas diartikan sebagai keengganan seseorang untuk melakukan
sesuatu yang seharusnya atau sebaiknya dia lakukan. Masuk dalam
keluarga besar rasa malas adalah menolak tugas, tidak disiplin, tidak
tekun, rasa sungkan, suka menunda sesuatu, mengalihkan diri dari
kewajiban, dll. Jika keluarga besar dari rasa malas ini mudah sekali
muncul dalam aktivitas sehari-hari kita, maka dijamin kinerja kita
akan jauh menurun. Bahkan bisa jadi kita tidak pernah bisa mencapai
sesuatu yang lebih baik sebagaimana yang kita inginkan.

Rasa malas sejatinya merupakan sejenis penyakit mental. Mengapa
disebut penyakit mental? Disebut demikian karena akibat buruk dari
rasa malas memang sangat merugikan. Siapa pun yang dihinggapi rasa
malas akan kacau kinerjanya dan ini jelas-jelas sangat merugikan.
Sukses dalam karir, bisnis, dan kehidupan umumnya tidak pernah datang
pada orang yang malas. Masyarakat yang dipenuhi oleh individu-
individu yang malas tidak jelas tidak akan pernah maju.

Rasa malas juga menggambarkan hilangnya motivasi seseorang untuk
melakukan pekerjaan atau apa yang sesungguhnya dia inginkan. Rasa
malas jenis yang satu ini relatif lebih bisa ditanggulangi. Nah,
bagaimana cara mengatasinya? Berikut kiat-kiatnya:

1. Membuat Tujuan
Orang yang malas biasanya tidak memiliki motivasi untuk berkembang ke
arah kehidupan yang lebih baik. Sementara orang yang tidak memiliki
motivasi biasanya tidak memiliki tujuan-tujuan hidup yang pantas dan
layak untuk diraih. Dan orang yang tidak memiliki tujuan-tujuan
hidup, biasanya sangat jarang bahkan mungkin tidak pernah menuliskan
resolusi atau komitmen-komitmen pencapaian hidup.

Di sinilah pangkal persoalannya. Tanpa tujuan, resolusi, atau
komitmen-komitmen pencapaian hidup, maka seseorang hanya bergerak
secara naluriah dan sangat rentan diombang-ambingkan situasi di
sekelilingnya. Posisi seperti ini membuatnya menjadi pasif, menunggu,
tergantung pada situasi, dan cenderung menyerah pada nasib. Dalam
keadaan seperti ini, tidak akan ada motivasi untuk meraih atau
mencapai sesuatu. Tidak adanya sumber-sumber motivasi hidup
menyebabkan kemalasan.

Supaya motivasi muncul, seseorang harus berani memutuskan tujuan-
tujuan hidupnya. Menurut Andrias Harefa dalam bukunya Agenda Refleksi
dan Tindakan Untuk Hidup Yang Lebih Baik (GPU, 2004), dia harus
membuat komitmen atas apa saja yang ingin diselesaikan, dicapai,
dimiliki, dilakukan, dan dinikmati (disingkat secamilanik). Contoh
komitmen; "pada ulang tahun yang ke .... saya sudah harus
menyelesaikan buku yang saya tulis, meraih promosi pekerjaan,
mencapai gelar S-3, memiliki rumah dan mobil, melakukan sejumlah
kunjungan ke mancanegara, dan menikmati kebahagiaan bersama
keluarga."

2. Mengasah Kemampuan
Orang yang memiliki tujuan-tujuan hidup yang pasti, membuat resolusi
dan komitmen-komitmen pencapaian biasanya memiliki motivasi tinggi.
Tetapi tujuan yang samar-samar jelas tidak memberikan dampak
motivasional yang signifikan. Nah, akan lebih baik lagi jika tujuan-
tujuan dilengkapi dengan aktivitas-aktivitas pembelajaran, seperti
mencari cara-cara yang efisien dan efektif untuk mencapai tujuan-
tujuan tersebut. Kita juga perlu sekali mengasah kemampuan atau
ketrampilan-ketrampilan supaya langkah-langkah yang diambil itu akan
membawa kita pada pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.

Contoh; jika pada tahun yang sudah ditargetkan kita ingin menjadi
konsultan, maka sejak sekarang aktivitas-aktivitas kita sudah harus
difokuskan ke arah tujuan tersebut. Kita harus terus mengasah
kemampuan mendiagnosa masalah, menemukan penyebab, menganalisis,
mengkomunikasikan gagasan, menawarkan solusi, dan memperbaiki
kemampuan presentasi.

Jika aktivitas-aktivitas pembelajaran itu dilakukan secara konsisten
dan dengan komitmen sepenuhnya, maka kita telah berada di jalur yang
benar. Aktivitas-aktivitas pembelajaran akan menempatkan kita pada
posisi dan lingkungan yang dinamis. Kemampuan kita dalam menghadapi
dan menyelesaikan masalah juga akan meningkat. Dengan sendirinya ini
akan semakin memperkuat rasa percaya diri kita, menebalkan komitmen
pencapaian tujuan, dan tentu saja menumbuhkan semangat.

Sebaliknya, jika kita sama sekali menolak aktivitas-aktivitas
pembelajaran, komitmen akan semakin melemah, semangat turun, dan
kemalasan akan datang dengan cepat. Pada titik ini, tujuan-tujuan,
resolusi atau komitmen yang sudah kita buat sudah tidak memiliki arti
lagi. Sayang sekali.

3. Pergaulan Dinamis
Para pemenang berkumpul dengan sesama pemenang, sementara para
pecundang cenderung berkumpul dengan sesama pecundang. Ungkapan
tersebut mengandung kebenaran. Sulit sekali bagi seorang pemalas
untuk hidup di lingkungan para pemenang. Sulit bagi orang malas untuk
berada secara nyaman di tengah-tengah orang yang sangat optimis,
sibuk, giat bekerja, dan bersemangat mengejar prestasi. Demikian
sebaliknya. Sulit sekali bagi para high achiever untuk betah berlama-
lama dengan para orang malas dan pesimistik.

Situasi atau lingkungan di mana kita berada sungguh ada pengaruhnya.
Orang yang mulai dihinggapi rasa malas sangat dianjurkan agar
menjauhi mereka yang juga mulai diserang kebosanan, putus asa, rasa
enggan, apalagi negative thinking. Sepintas, berkeluh kesah dengan
mereka dengan orang-orang seperti itu dapat melegakan hati. Ada
semacam rasa pelepasan dari belenggu psikologis. Walau demikian,
dalam situasi malas sedang menyerang, mendekati orang-orang yang
sedang down sama sekali tidak menolong satu sama lain. Rasa malas dan
kebuntuan justru bisa tambah menjadi-jadi. Ini bisa menjerumuskan
masing-masing pihak pada pesimisme, keputusasaan, dan kemalasan
total.

Jika rasa malas mulai menyerbu kita, jangan berlama-lama duduk
berdiam diri. Cara paling ampuh menghilangkan kemalasan adalah
bangkit berdiri dan menghampiri orang-orang yang sedang tekun dan
bersemangat melakukan sesuatu. Dekati mereka yang sedang bekerja
keras untuk meraih impian-impiannya. Manusia-manusia optimis, self-
motivated, punya ambisi, positive thinking, dan memiliki tujuan hidup
pasti, umumnya memancarkan aura positif kepada apa pun dan siapa pun
di sekelilingnya. Pancaran optimisme dan semangat itulah yang bisa
menginspirasi orang lain, bahkan menularkan semangat yang sama
sehingga orang lain jadi ikut tergerak.

4. Disiplin Diri
Ada sebuah ungkapan yang sangat dalam maknanya dari Andrie Wongso,
Motivator No.1 Indonesia, yang bunyinya; "Jika kita lunak di dalam,
maka dunia luar akan keras kepada kita. Tapi jika kita keras di
dalam, maka dunia luar akan lunak kepada kita". Kata-kata mutiara
yang luar biasa ini menegaskan, bahwa jika kita mau bersikap keras
pada diri sendiri, dalam arti menempa rasa disiplin dalam berbagai
hal, maka banyak hal akan bisa kita kerjakan dengan baik. Sikap keras
pada diri sendiri atau disiplin itulah yang umumnya membawa
kesuksesan bagi karir para olahragawan dan pekerja profesional yang
memang menuntut sikap disiplin dalam banyak hal. Bayangkan, bagaimana
seorang atlet bisa menjadi juara jika dia tidak disiplin berlatih?
Bagaimana mungkin ada pekerja profesional yang bagus karirnya jika
dia sering mangkir atau bolos kerja?

Sebaliknya, jika kita terlalu lunak atau memanjakan diri sendiri,
memelihara kemalasan, mentolerir kinerja buruk, tidak merasa bersalah
jika lalai atau gagal dalam tugas, maka dunia luar akan sangat tidak
bersahabat. Olahragawan yang manja pasti tidak akan pernah jadi
juara. Seorang sales yang malas tidak akan pernah besar penjualannya.
Seorang konsultan yang menolerir kinerja buruk pasti ditinggalkan
kliennya. Dan pekerja yang tidak disiplin pasti mudah jadi sasaran
PHK. Jika kita lunak pada diri sendiri, maka dunia akan keras pada
kita.

Rasa malas jelas merugikan. Obat mujarabnya adalah menumbuhkan
kebiasaan mendisiplinkan diri dan menjaga kebiasaan positif tersebut.

Sekalipun seseorang memiliki cita-cita atau impian yang besar, jika
kemalasannya mudah muncul, maka cita-cita atau impian besar itu akan
tetap tinggal di alam impian. Jadi, kalau Anda ingin sukses, jangan
mempermudah munculnya rasa malas.

Sumber: Rasa Malas dan Cara Mengatasinya oleh Edy Zaqeus. Edy Zaqeus
telah menelorkan buku "Kontekstualisasi Ajaran I Ching" (Grasindo,
2004), dan dua buku lainnya yaitu "Kalau Mau Kaya Ngapain Sekolah"
(Gradien, 2004), dan "Resep Cespleng Berwirausaha" (Gradien, 2004).