Selasa, September 04, 2007

Sakit dan Pengobatan menurut Prespektif as-Sunnah


Telah banyak hadits menjelaskan bahwa sakit dapat melebur kesalahan dan menghapus dosa. Diantara hadits-hadits tersebut adalah,

Hadits pertama.
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
مَنْ يُرِِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ
"Jika Allah menghendaki kebaikan untuk seseorang, maka Allah menimpakan (sakit) kepadanya"
[1]

Hadits kedua.
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
مَا يُصِيْبُ اْلمسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا اِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
"Segala musibah, kesakitan, kesusahan, kesedihan, penyakit bahkan duri yang menimpa seorang muslim, dapat melebur kesalahan-kesalahannya."
[2]

Hadits ketiga.
Ibnu Mas'ud r.a. meriwayatkan,
دَخَلْتُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُوْعَكُ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ اِنَّكَ تُوْعَكُ وَعْكًا شَدِيْدًا! قَالَ: أَجَلْ, اِنىِّ أُوْعَكُ كَمَا يُوْعَكُ رَجُلاَنِ مِنْكُمْ. قُلْتُ: ذَلِكَ أَنَّ لَكَ أَجْرَانِ؟ قَالَ أَجَلْ, ذَلِكَ كَذَلِكَ, مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيْبُهُ أَذًى, شَوْكَةٌ فَمَا فَوْقَهَا, اِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا سَيِّأتُهُ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَُة وَرَقَهَا
"Saya datang mengunjungi Rasulullah saw. ketika beliau sedang demam. Aku berkata, "Wahai Rasulullah, engkau demam tinggi!" Rasulullah menjawab, "Benar, aku sedang demam, dan demamku ini sama dengan (bobot) demam 2 orang di antara kalian ". Aku berkata, "Apakah dengan itu, engkau mendapat dua pahala?" Rasulullah menjawab, "Ya, benar seperti itulah. Siapa saja yang tertimpa penyakit, duri dan sebagainya, pasti Allah akan melebur kesalahannya seperti daun yang jatuh dari tangkainya".
[3]

Hadits keempat.
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan, Rasulullah saw. bersabda,
مَثَلُ اْلمُؤْمِنِ كَمَثَلِ اْلخَامَةِ مِنَ الزَّرْعِ, مِنْ حَيْثُ أَتَتْهَا الرِّيْحُ كَفَأَتْهَا, فَاِذَا اِعْتَدَلَتْ تَكَفَّأَ بِاْلبَلاَءِ, وَالْفَاجُِر كَاْلأَرْزَةِ صَمَاءَ مُعْتَدِلَةً, حَتَّى يَقْصِمَهَا اللهُ اِذَا شَاءَ
“Perumpamaan seorang mukmin seperti tunas tanamam yang meliuk-liuk jika diterpa angin. Dan jika angin itu berhenti, maka diamlah tunas tersebut. (Begitu pula keadaan seorang mukmin yang meliuk-liuk ketika tertimpa bencana). Sedangkan perumpamaan seorang pembangkang itu seperti pohon yang tegak dan keras, sampai suatu saat Allah mencabut dari akarnya”.
[4]


Sabar dalam Menghadapi Sakit

Sudah sepatutnya bagi orang yang sakit untuk bersabar, karena kesabaran adalah anugerah terbesar yang diberikan kepada seorang hamba.

Hadits pertama.
Shuhaib ibn Sinan meriwayatkan bahwa Nabi Muhmmad saw. bersabda,
عَجْبًا لأَِمِْر اْلمُؤْمِنِ اِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ, وَلَيْسَ لأَِحَدٍ اِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ, اِنْ أَصَابَهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ, وَاِنْ أَصَابَهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ, فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh aku kagum terhadap seorang mukmin, yang selalu merasa beruntung di setiap keadaan. Jika sedang berbahagia ia bersyukur dan jika sedang dirundung kesedihan ia bersabar. Dan semua itu terbaik untuknya.”
[5]

Hadits kedua.
Anas r.a meriwayatkan, ia mendengar Rasulullah saw bersabda,
اِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ: اِذَا اِبْتَلَيْتُ عَبْدِى بِحَبِيْبَتَيْهِ فَصَبَرَ, عَوَّضْتُهُ مِْنهُمَا اْلجَنَّةَ
“Sesungguhnya Allah swt. berkata, “Jika aku menguji hambaku dengan sakit di kedua matanya, kemudian ia bersabar, maka aku akan mengganti kedua matanya dengan surga.”
[6]

Hadits ketiga.
Atha’ bin Rabah meriwayatkan, Ibnu Abbas pernah berkata,
أَلاَ أُرِيْكَ اِمْرَأَةً مِنْ أَهْلِ اْلجَنَّةِ؟ فَقُلْتُ: بَلى فَقَالَ: هَذِهِ اْلمَرْأَةُ السَّوْدَاءُ, أَتَتْ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم, فَقَالَتْ: اِنِّى أُصْرَعُ وَاِنىِّ أَتَكَشَّفُ, فَادْعُ اللهَ لِى. فَقَالَ: اِنْ شِئْتِ صَبَرْتِ, وَلَكِ اْلجَنَّةُ, وَاِنْ شِئْتِ دَعَوْتُ اللهَ تَعَالىَ أَنْ يُعَافِيَكِ؟ فَقَالَتْ: أَصْبِرُ. ثُمَّ قَالَتْ: اِنىِّ أَتَكَشَّفُ, فَادْعُ اللهَ أَلاَّ أَتَكَشَّفَ. فَدَعَا لهَاَ.
“Maukah aku tunjukkan seorang wanita yang menjadi penghuni surga kelak? Aku menjawab, “Dengan senang hati”. Ibnu Abbas berkata, “Wanita hitam inilah penghuni surga itu. Ia pernah yang pernah mendatangi Rasulullah saw. dan berkata, "Aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan aku takut auratku terbuka sedang aku tidak menyadarinya, berdoalah untukku, wahai Rasulullah." Rasulullah menjawab, “Jika engkau menginginkan surga, maka hendaklah engkau bersabar. Akan tetapi, jika engkau menginginkan kesembuhan, aku akan berdoa kepada Allah?” Wanita itu menjawab, "Aku akan bersabar. Akan tetapi aku takut auratku terbuka, doakanlah wahai Rasulullah, agar hal itu tidak terjadi. Kemudian Rasulullah mendoakannya.
[7]

Keluhan Orang Sakit

Diperbolehkan bagi orang sakit untuk mengadukan rasa sakitnya kepada dokter ataupun teman, selama tidak ada niatan untuk membenci takdir Allah dan memperlihatkan keputusasaan. Telah disebutkan di atas bahwa Rasulullah saw. bersabda,
اِنىِّ أُوْعَكُ كَمَا يُوْعَكُ رَجُلاَنِ مِنْكُمْ
“Aku sedang demam, dan demamku ini sama dengan (bobot) demam 2 orang di antara kalian".
Aisyah juga pernah mengadu kepada Rasulullah tentang sakitnya, ia berkata, “Oh, kepalaku..” bahkan Rasulullah sendiri pernah mengalaminya.
[8]
Abdullah bin Zubair pernah bertanya kepada ‘Asma ketika sedang sakit, "Apa yang kau rasakan? Asma' menjawab, “sakit”.

Sebelum mengadukan rasa sakitnya, seyogyanya seseorang terlebih dahulu memuji Allah swt. Ibnu Mas’ud berkata, "Jika seseorang bersyukur terlebih dahulu sebelum mengadukan rasa sakitnya, niscaya ia tidak termasuk orang yang mengadu. Dan memang, mengadu kepada Allah swt. adalah hal yang diperbolehkan. Ya’kub pernah mengadu kepada Allah,

"Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku." (Yusuf 86).

Bahkan Rasulullah-pun pernah mengadu dengan berkata,
اَللَّهُمَّ اِلَيْكَ أَشْكُو ضَعْفَ قُوَّتِى
Allahumma ilaika asyku dla'fa quwwati
"Ya Allah, hanya kepada-Mu lah aku mengadukan kelemahanku..”

Pahala Orang Sakit sama seperti Orang Sehat.

Abu Musa al-Asy'ari meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw bersabda,
اِذَا مَرِضَ اْلعَبْدُ أَوْ سَافَرَ, كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ صَحِيْحًا
“Jika seorang hamba sakit atau bepergian, maka pahala perbuatannya sama seperti pahala orang yang sehat dan mukim.”
[9]

Menengok Orang Sakit.

Mengunjungi dan menanyakan keadaan orang sakit adalah hal yang dianjurkan oleh Islam, karena hal tersebut merupakan hak si sakit, juga sebagai sarana untuk menghiburnya. Ibnu Abbas berkata, "Menjenguk orang sakit pada hari pertama sakitnya adalah perbuatan sunnah. Karena setelah hari pertama, menengok si sakit hanya sekedar perbuatan baik.

Abu Musa meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw bersabda,
أَطْعِمُوْا اْلجَائِعَ, وَعُوْدُوْا اْلمَرِيْضَ, وَفُكُّوا اْلعَانِى
"Berilah makan orang yang lapar, tengoklah orang yang sakit, dan bebaskanlah orang yang tertawan."
[10]

Bukhari dan Muslim meriwayatkan,
حَقُّ اْلمُسْلِمِ عَلَى اْلمُسْلِمِ سِتُّ. قِيْلَ: مَا هُنَّ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: اِذَا لَقَيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ, وَاِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ, وَاِذَا اِسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ, وَاِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَشَمِّتْهُ, وَاِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ, وَاِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ
"Hak muslim atas sesama muslim lainnya ada 6 hal. Rasulullah ditanya, " Apa sajakah 6 hal itu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Jika bertemu, ucapkanlah salam kepadanya. Jika diundang, datanglah. Jika dimintai nasihat, nasihatilah ia. Jika bersin dan berucap hamdalah, ucapkanlah yarhamukallah kepadanya. Jika sakit, tengoklah ia. Dan jika meninggal, iringilah jenazahnya."
[11]

Keutamaan Menjenguk Orang Sakit

Hadits pertama.
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
مَنْ عَادَ مَرِيْضًا, نَادَى مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ: طِبْتَ وَطَابَ مَمْشَاكَ, وَتَبَوَّأْتَ مِنَ اْلجَنَّةِ مَنْزِلاًٍ
"Barangsiapa menjenguk orang sakit, maka suara dari langit mengatakan kepadanya, “engkau telah berbuat baik, semoga kehidupanmu baik di dunia ini, dan engkau telah memesan tempat di surga.”
[12]

Hadits kedua.
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
اِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُوْلُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ: يَا اِبْنَ أَدَمَ, مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنىِ. قَالَ: يَارَبِّ كَيْفَ أَعُوْدُكَ وَأَنْتَ رَبُّ اْلعَالمَِيَْن! قَالَ أَمَّا عَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِى فُلاَنًا مَرِضَ فَلَمْ تَعُدُْه, أَمَّا عَلْمْتَ لَوْ عُدْتَهُ لَوَجَدْتَنىِ عِنْدَهُ, يَا ابْنَ أَدَمَ اِسْتَطْعَمْتُكَ فَلَمْ تُطْعِمْنىِ. قَالَ: كَيْفَ أُطْعِمُكَ وَأَنْتَ رَبُّ اْلعَالمَيِنَ! أَمَّا عَلِمْتَ لَوْ أَنَّهُ اِسْتَطْعَمَكَ عَبْدِى فُلاَنًا فَلَمْ تُطْعِمْهُ, أَمَّا عَلِمَْت أَنَّكَ لَوْ أَطْعَمْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِى. يَا ابْنَ أَدَمَ, اِسْتَسْقَيْتُكَ فَلَمْ تَسْقِنىِ. قَالَ: يَارَبِّ كَيْفَ أَسْقِيْكَ وَأَنْتَ رَبُّ اْلعَالمَيِْنَ! قَالَ: اِسْتَسْقَاكَ عَبْدِى فُلاَنٌ فَلَمْ تَسْقِهِ, أَمَّا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ سَقَيْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِى
“Sesungguhnya Allah swt. kelak berkata di hari Kiamat, “Wahai manusia, ketika aku sakit, mengapa kau tidak menjengukku?” Manusia menjawab, “Tuhanku, engkau adalah pemilik alam ini, bagaimana aku dapat menjengukmu!”. Allah berkata, “Tahukan kau, hambaku di sana sedang sakit, mengapa kau tidak menengoknya. Jika saja kau menengoknya, maka kau akan menemukanku di sana. Wahai manusia, aku meminta makan kepadamu, tapi mengapa kau tidak memberiku?” Manusia menjawab, “Tuhanku, engkau adalah penguasa alam raya ini, bagaimama aku memberi makan kepada-Mu?” Allah berkata, “Tahukah kau, di sana ada hambaku meminta makan, tapi kau tidak memberinya. Jika saja kau memberinya, maka kau telah memberi makan kepadaku. Wahai manusia, aku meminta minum kepadamu, tapi mengapa kau tak memberiku minum. Manusia menjawab, “Tuhanku, engkau adalah pemilik semesta ini, bagaimana aku memberi-Mu minum?”. Allah berkata, “Ada hambaku di sana yang meminta minum kepada-Mu, tapi mengapa kau tidak memberinya?”. Tahukah kau, jika saja kau memberinya minum, itu berarti kau telah memberi minum kepadaku.”
[13]

Hadits ketiga.
Tsauban meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
إِنَّ اْلمُسْلِمَ إِذَا عَادَ أَخَاهُ اْلمُسْلِمَ، لَمْ يَزَلْ فِي خُرْفَةِ اْلجَنَّةِ حَتىَّ يَرْجِعَ. قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا خُرْفَةُ اْلجَنَّةِ؟ قَالَ"جَنَاهَا"
"Jika seorang muslim sedang menjenguk saudara muslim sesamanya, ia berada di khurfat al-jannah hingga ia pulang. Rasulullah ditanya, “Apakah khurfat al-jannah itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Hasil (buah) yang dipetik dari surga.”
[14]

Hadits keempat.
Ali r.a. meriwayatkan bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَعُوْدُ مُسْلِمًا غَدْوَةً, اِلاَّ صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ, حَتىَّ يُمْسِى, وَاِنْ عَادَهُ عَشِيَّةً صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ, حَتَّى يُصْبِحَ, وَكَانَ لَهُ خَرِيْفٌ فِى اْلجَنَّةِ
"Jika seorang muslim menjenguk muslim yang sedang sakit di pagi hari, maka 70 ribu malaikat akan mendoakan kesejahteraan baginya hingga sore hari. Dan jika ia menjenguk di waktu sore hari, maka 70 ribu malaikat akan mendoakan kesejahteraan baginya hingga pagi hari. Disamping itu, ia akan mendapat buah-buah yang dipetik di surga nanti.”
[15]

Tatakrama Mengunjungi Orang Sakit

Dianjurkan untuk berdoa bagi kesembuhan serta kesehatan si sakit serta memberi nasehat agar tetap sabar dan tabah menghadapi sakitnya. Dianjurkan pula untuk menghibur si sakit dengan kata-kata yang baik sehingga dapat menguatkan jiwanya. Rasulullah telah bersabda,
اِذَا دَخَلْتُمْ عَلَى اْلمَرِيْضِ فَنَفِّسُوْا لَهُ فِى اْلأَجَلِ, فَاِنَّ ذَلِكَ لاَ يَرُدُّ شَيْئًا, وَهُوَ يَطِيْبُ نَفْسَ اْلمَرِيْضِ

"Jika kau menjenguk orang sakit, maka hiburlah ia, karena—walaupun hal itu tidak penting bagimu—akan tetapi dapat meringankan jiwanya"
[16]
[1] Diriwayatkan oleh Bukhari di dalam Shahih Bukhari, Kitab at-Thib, Bab Ma Jaa fi kaffarat al-maradl, jilid VII, hlm. 149; dan Malik di dalam Muwatha' Malik, Kitab al-'Ain, Bab Ma Jaa fi ajr al-Maridl, jilid II, hlm. 941, hadits nomor 7.
[2] Diriwayatkan oleh Bukhari di dalam Shahih Bukhari, Kitab at-Thib, Bab Ma Jaa fi kaffarat al-maradl, jilid VII, hlm. 148-149; dan Muslim di dalam Shahih Muslim, Kitab al-Birri wa as-Shilah wa al-Adab- Bab Tsawab al-Mu'min fi ma Yushibuhu min Maradl aw Huzn aw Nahwu dzalik, hatta as-Syaukah Yusyakuha, jilid IV, hlm. 1992-1993, hadits nomor 52.
[3] Diriwayatkan oleh Bukhari di dalam Shahih Bukhari, Bab Asyaddu an-Nas Balaan al-Anbiya, Tsumma al-Awwal fa al-Awwal, jilid VII, hlm. 149-150; dan Muslim di dalam Shahih Muslim, Kitab al-Birri wa as-Shilah wa al-Adab, Bab Tsawab al-Mu'min fi ma Yushibuhu min Maradl aw Huzn aw Nahwu dzalik, hatta as-Syaukah Yusyakuha, jilid IV, hlm. 1991, hadits nomor 45.
[4] Diriwayatkan oleh Bukhari di dalam Shahih Bukhari, Kitab at-Thib, Bab Ma Jaa fi kaffarat al-maradl, jilid VII, hlm. 149
[5] Diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahih Muslim, Kitab az-Zuhd wa ar-Raqaiq, Bab al-Mu'min Amruhu kulluhu Khair, jilid IV, hlm. 2295, hadits nomor 64; dan Ahmad di dalam Musnad Ahmad, jilid IV, hlm. 332-333 dan jilid VI, hlm. 15-16.
[6] Diriwayatkan oleh Bukhari di dalam Shahih Bukhari, Kitab at-Thib, Bab Fadl man Dzahaba Basharahu, jilid VII, hlm. 151; dan Ahmad di dalam Musnad Ahmad, jilid III, hlm. 144.
[7] Diriwayatkan oleh Bukhari di dalam Shahih Bukhari, Kitab at-Thib, Bab fadl man Yushra' min al-Rih, jilid VII, hlm. 150-151; dan Muslim di dalam Shahih Muslim, Kitab al-Birri wa as-Shilah wa al-Adab- Bab Tsawab al-Mu'min fi ma Yushibuhu min Maradl aw Huzn aw Nahwu dzalik, hatta as-Syaukah Yusyakuha, jilid IV, hlm. 1994, hadits nomor 45.
[8] Diriwayatkan oleh Bukhari di dalam Shahih Bukhari, Bab Qaul al-Maridl: Inni Waja'.., jilid VII, hlm/ 154-155.
[9] Diriwayatkan oleh Bukhari di dalam Shahih Bukhari, Kitab Fadl al-Jihad wa as-Sair, Bab ma Yuktab li al-Musafir mitsl ma kana ya'malu fi al-Iqamah, jilid IV, hlm. 70.
[10] Diriwayatkan oleh Bukhari di dalam Shahih Bukhari, Kitab at-Thibb, Bab Wujub 'Iyadat al-Maridl, jilid VII, hlm. 150; Kitab Fadl al-Jihad wa as-Sair, Bab Fakak al-Asir, jilid IV, hlm. 83; dan Ahmad di dalam Musnad Ahmad, jilid IV, hlm. 299, 394, 406.
[11] Diriwayatkan oleh Bukhari di dalam Shahih Bukhari, Kitab al-Janaiz, Bab al-Amr bi ittiba' al-Janaiz, jilid VII, hlm. 150 dengan redaksi Haqq al-muslim 'ala al-muslim khams; Muslim di dalam Shahih Muslim, Kitab as-Salam, Bab Min Haqq al-Muslim li al-Muslim Radd as-Salam, jilid IV, hlm. 1705, hadits nomor 5; dan Ibnu Majah di dalam Sunan Ibnu Majah, Kitab al-Janaiz, Bab Ma Jaa fi 'Iyadat al-Maridl, jilid I, hlm. 461, hadits nomor 1433.
[12] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah di dalam Sunan Ibnu Majah, Kitab al-Janaiz, Bab Ma Jaa fi Tsawabi man 'Ada Maridlan, jilid I, hlm. 464, hadits nomor 1443.
[13] Diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahih Muslim, Kitab al-Birri wa as-Shilah wa al-Adab- BabFadl 'Iyadat al-Maridl, jilid IV, hlm. 1990, hadits nomor 43.
[14] Diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahih Muslim, Kitab al-Birri wa as-Shilah wa al-Adab- BabFadl 'Iyadat al-Maridl, jilid IV, hlm. 1989, hadits nomor 42; Tirmidzi di dalam Sunan Tirmidzi, Kitab al-Janaiz, Bab Ma Jaa fi 'Iyadat al-Maridl, jilid III, hlm. 291, hadits nomor 968; dan Ahmad di dalam Musnad Ahmad, jilid V, hlm. 277, 281, 183, 284.
[15] Diriwayatkan oleh Tirmidzi di dalam Sunan Tirmidzi, Kitab al-Janaiz, Bab Ma Jaa fi 'Iyadat al-Maridl, jilid III, hlm. 291, hadits nomor 969. Menurut Tirmidzi, hadits ini hasan; Abu Dawud di dalam Sunan Abu Dawud, Kitab al-Janaiz, Bab Fadl 'Iyadah 'ala Wudlu, jilid III, hlm 182,hadits nomor 3098; Ibnu Majah di dalam Sunan Ibnu Majah, Kitab al-Janaiz, Bab Ma Jaa fi Tsawabi man 'Ada Maridlan, jilid I, hlm. 464, hadits nomor 1442; dan Ahmad di dalam Musnad Ahmad, jilid I, hlm. 118, 121, 229.
[16] Diriwayatka oleh Ibnu Majah di dalam Sunan Ibnu Majah, Kitab al-Janaiz, Bab Ma Jaa fi 'Iyadat al-Maridl, jilid I, hlm. 462, hadits nomor 1438; dan Tirmidzi di dalam Sunan Tirmidzi, Kitab at-Thibb, Bab Haddatsana Abdullah ibn Said al-Asyj…, jilid 4, hlm. 412, hadits nomor 2087.

1 komentar:

Arif Syibromalizi, Lc. mengatakan...

Tulisannya bagus banget sihh